all about dhon don

Jumat, 12 Desember 2014

#Pinternet Internet Addiction Disorder (Review Jurnal)



Jurnal 1
Pengembangan konseling kelompok untuk peningkatan
pengelolaan diri pada remaja yang kecanduan game
online
Triharim K. S. Pilpala

Metode Penelitian

Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research), yaitu penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan. Tujuan action research adalah peningkatan mutu atau kualitas pada suatu kelompok yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998).

Hasil dan Pembahasan Penelitian 

Pengujian kepraktisan model Siklus pertama melibatkan tujuh orang remaja yang mengalami kecanduan game online. Anggota kelompok ini berdasarkan anggota suatu clan dalam permainan game online yaitu clan zyzha. semua subjek adalah laki-laki, berusia 18-24 tahun (M=21,25; SD=3,03). Konseling kelompok untuk peningkatan pengelolaan diri dilakukan selama empat sesi secara berturutturut dilakukan selama 25 menit, 110 menit, 90 menit dan 90 menit. Pada awal sesi pertama, permainan yang diberikan sebagai rapport dinilai terlalu monoton dan kurang mengakrabkan antara anggota kelompok. Lima anggota kelompok merasa permainan yang diberikan tidak sesuai dengan usia mereka. Hal ini menjadi catatan penting bagi konselor untuk mempersiapkan cara untuk mengakrabkan dengan permainan yang sesuai dengan usia konseli yang tidak terlepas dari tujuan sesi tersebut. Pada sesi kedua, satu anggota kelompok tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu diperlukan pemantapan kontrak kelompok agar kelancaran proses konseling kelompok dapat berjalan baik terkait dengan proses konseling pada sesi kedua ini, konseli mengatakan merasa jenuh dan bosan ketika diberikan permainan untuk menguji daya ingat. Mereka merasa tujuan dalam permainan tersebut kurang sesuai dengan pengelolaan diri dalam mengatasi kecanduan mereka. Hal ini menjadikan catatan penting bagi konselor agar tidak memberikan permainan lebih dari satu kali. Pada setiap sesi, anggota kelompok belum terlihat aktif dalam diskusi yang dilakukan. Mereka hanya menjawab apa yang ditanya saja, selain itu beberapa anggota kelompok masih menutupi data diri mereka sebenarnya, misalnya frekuensi bermain mereka dan dampak yang terjadi dari kecanduan tersebut. Hal ini menjadi catatan konselor agar melakukan peningkatan rapport pada anggota kelompok agar timbul kepercayaan pada konseling kelompok di siklus kedua. Dalam pemberian tugas rumah berupa pemantauan diri (self-monitoring), konselor masih merasa bingung tentang stimulus control dan self- reward. Penjelasan dua hal tersebut diperbaiki pada siklus selanjutnya agar tugas rumah tersebut dapat berjalan lancar.  Pada sesi ketiga dan keempat, anggota kelompok merasa terlalu lama karena waktu yang digunakan selama 110 menit pada sesi ketiga dan 90 menit pada sesi keempat. Hal ini menjadi catatan bagi konselor untuk mempersingkat waktu dan langsung tertuju pada tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya diperlukan sesi penutup untuk menghentikan terapi yang dilakukan. Pengujian kepraktisan model konseling kelompok pada siklus pertama dijadikan dasar untuk meningkatkan kepraktisan pengembangan model guna diterapkan pada penelitian siklus kedua.
Kecanduan game online pada remaja berdasarkan hasil data yang diperoleh pada tindakan KK-SPD telah menunjukkan peningkatan. Melihat intervensi konseling kelompok yang telah dilakukan melalui pembagian siklus pertama dan siklus kedua, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan intervensi konseling kelompok pada siklus pertama rata-rata 90,1, pada siklus kedua peningkatan pengelolan diri rata-rata 104,2. Secara keseluruhan untuk pengembangan KK-SPD terlihat adanya peningkatan yang positif meskipun pada siklus kedua lebih terlihat terjadi peningkatan pada siklus pertama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbaikan model pada siklus kedua. Dalam penelitian tindakan terdapat suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam penelitian ini dilakukan oleh konselor dan konseli), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatankegiatan penyempurnaan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998). Adapun pendapat Kurt Lewin menyimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya (Davison, Martinsons,Kock, 2004)
.
Kelebihaan Penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian
Tidak ada tujuan penelitian.



 Jurnal 2

Internet Addiction Disorder (Studi Deskriptif Mahasiswa Ilmu Sosial Internet
Addicts)
Ardhyana Rokhmah Pratiwi, dkk.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran deskriptif mengenai latar belakang dan alasan para mahasiswa menjadi internet addicts tanpa mampu mengontrol penggunaan internet mereka. Sedangkan dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Signifikansi Akademis. Penelitian ini merupakan penelitian berparadigma post-positivism yang bertujuan untuk mengekplorasi dan mendeskripsikan mengapa para mahasiswa menjadi internet addicts. Karena penelitian-penelitian sebelumnya sebagian besar menggunakan paradigma positivism. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu komunikasi secara umum dan internet addiciton disorder secara khusus. (2) Signifikansi Praktis. Memahami penyebab internet addiciton disorder pada mahasiswa FISIP Universitas Indonesia.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi sebagai metodologi membantu peneliti masuk ke dalam persepsi orang lain untuk memandang kehidupan yang dijalani. Peneliti mencoba memakai sepatu orang lain dan memahami mengapa mereka menjalani kehidupan demikian. Dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah in-depth interview atau wawancara mendalam subjek penelitian yaitu para mahasiswa internet addicts serta observasi. Dalam memilih informan, akan digunakan purposeful sampling, yaitu pengambilan sample berdasarkan kriteria tertentu yang harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan dipilih lima orang informan internet addicts yang telah melengkapi persyaratan penilaian tingkat internet addiction berdasarkan Problematic Internet Use Questionnaire (PIUQ). PIUQ adalah bentuk kuesioner The Three-Factor Model of Internet Addiction yang dikembangkan oleh tiga orang peneliti dari Eotvos Loran University, Hungaria, yaitu Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa pada tahun 2007 untuk mengukur tingkat internet addiction seseorang berdasarkan Model Tiga Faktor, yaitu obsession, neglect, dan control disorder (Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa, 2008).

Hasil dan Pembahasan Penelitian

Konsep-Konsep
Setelah melakukan selective coding hasil wawancara dengan informan, di bawah ini merupakan konsep-konsep yang dipetakan selama proses coding:
1. Social structure: terdiri atas social facts data demografis, antara lain usia, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan keluarga, suku, agama, tempat tinggal, pekerjaan orangtua, jumlah saudara, asal SMA, dsb.
2. Social Background (mempengaruhi media orientation):
 Media content (1), yaitu konten harian khusus yang ditawarkan serta bentuk presentasi dari media
 Individual’s circumstances (2), yaitu kondisi-kondisi atau momen tertentu, misalnya jumlah waktu luang, jenis aktivitas lain yang tersedia, dsb
 Social context of choice and use (3), misalnya pengaruh dari keluarga, teman, dan orang-orang dekat lainnya.
3. Routine Activities. Aktivitas sehari-hari informan yang rutin dilakukan termasuk kuliah, pekerjaan rumah, pekerjaan.
4. Parental Communication, yaitu pola hubungan dan komunikasi antara orangtua dengan informan. Komunikasi ini dapat terjadi searah atau dua arah, demokratis, liberal, atau otoritarian. Selain itu, ini mencakup frekuensi dan intensitas komunikasi antara orangtua dengan informan serta kenyamanan berinteraksi dan berkomunikasi informan dengan orangtuanya.
5. Deskripsi Informan. Deskripsi spesifik oleh peneliti terhadap informan berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti.
6. Internet Accesibility. Aksesibilitas internet informan. Ketersediaan fasilitas internet di lingkungan sekitar informan termasuk rumah, warnet (warung internet), perpustakaan, WIFI dan handphone.
7. Neglect Scale. Hal-hal seperti melakukan pekerjaan rumah, bekerja, belajar, makan, hubungan dengan partner, serta aktivitas lain menjadi kurang penting dan diabaikan karena peningkatan waktu yang dihabiskan untuk penggunaan internet.
8. Obsession Scale. Memperhatikan apa yang disebut peneliti, mental engagement with the internet−meliput daydreaming, banyak berfantasi tentang internet, menunggu-nunggu kapan dapat kembali online−and anxiety, worry, and depression caused by lack of internet use
9. Control Disorder Scale. Ditandai dengan fakta bahwa seseorang menggunakan internet lebih sering dan lebih lama daripada waktu yang telah ia rencanakan sebelumya dan ia tidak mampu mengurangi waktu penggunaan internet.
10. Social Utility (Interest). Penggunaan internet oleh informan sebagai sarana menyalurkan dan mengembangkan minat atau hobi informan.
11. Socialization. Kegiatan interaksi informan.
12. Companionship. Kebutuhan informan untuk memiliki tempat atau teman untuk berbagi.
13. Emotional Release. Kebutuhan informan untuk melampiaskan atau menyalurkan emosinya.
14. Surveillance. Kebutuhan informan untuk mendapatkan informasi-informasi.
15. Escape from Routine Problems. Kebutuhan informan untuk melepaskan diri sementara dari masalahmasalah sehari-hari.
16. Construction of Identity. Proses konstruksi identitas informan lewat Internet.
17. Personal indentity (value reinforcement). Identitas atau nilai-nilai tertentu yang dimiliki informan.
18. Gratification Obtained. Kepuasan yang diperoleh oleh informan setelah menggunakan Internet. Apakah informan dapat selalu menemukan apa yang dicarinya di Internet.
19. Self-improvement. Bentuk pembangunan diri menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
20. Entertainment. Kebutuhan akan hiburan.
21. The Media Equation. Media=real life. Dalam penelitian ini→ Internet=real life.

Kelebihan Penelitian

Pembahasan lebih terperinci dan mudah dimengerti.

Kelemahan Penelitian

Tidak memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.



 Jurnal 3


Pengujian Validitas Konstruk Kriteria
Kecanduan Internet
Helly P. Soetjipto

Metode Penelitian

Responden
Partisipan penelitian ini adalah pengguna jasa internet yang sebagian besar berasal dari kota Yogyakar ta, sebanyak 124 responden yang memiliki kisaran usia antara 14 tahun hingga 35 tahun. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa. Hanya ada tiga responden yang sudah bekerja dan usia mereka adalah 30, 32, dan 35 tahun. Seluruh responden setidaknya telah menggunakan internet selama 6 bulan secara terus menerus. Dengan demikian mereka dapat dianggap sebagai existing user (Grohol, 1999) dan telah mengenal dan mampu menggunakan fasilitas yang disediakan oleh internet. Ada sebanyak 63 orang responden laki laki (50,81 persen) dan 61 responden perempuan (49,19 persen).
 
Hasil dan Pembahasan

Analisis faktor konfirmatori dilakukan terhadap 7 aitem. Ketujuh aitem tersebut digunakan untuk menyusun 2 faktor atau variabel laten. Faktor 1 tersusun atas lima buah aitem, yaitu aitem 3, 6, 7, 10, dan 11.  Faktor 2 memiliki 2 aitem, yaitu aitem 9 dan 15. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Chisquare untuk model ini adalah 14,036 dengan derajat kebebasan sebesar 13 dan p sebesar 0,371 (p > 0,05). Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa tidak terdapat diskrepansi antara model dengan data empirik. Tidak adanya diskrepansi diperkuat dengan beberapa indeks, antara lain GFI, AGFI, NFI, dan CFI. Untuk model sebagaimana dipaparkan didalam Gambar 1 diperoleh GFI sebesar 0,968, AGFI sebesar 0,931, NFI sebesar 0,935, dan CFI sebesar 0,995. Di samping itu, 2 indikator kesesuaian antara model dengan data ditunjukkan pula oleh kecilnya angkaRMR (0,042) dan RMSEA (0,025) yang keduanya lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berdasarkan beberapa indikator kesesuaian model atau model fitness mengarah kepada suatu kesimpulan, yaitu tidak ada diskrepansi antara model dengan data. Dapat pula disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian atau kecocokan antara model dengan data. Dengan demikian untuk menentukan model manakah yang lebih baik justru menjadi lebih rumit jika kita tidak mengkaji kembali angkaangka yang menunjukkan besarnya standardized regression weight dan squared multiple correlation. Jika dua ukuran ini dipertimbangkan, maka penggunaan ukuranukuran kecocokan (fit measures) menjadi kurang relevan karena dari dapatdenganpastidikatakan bahwakedua model memiliki dukungan kuat dari data empiriknya. Berdasarkan kaidah pengujian hipotesis yang lazim digunakan di dalam statistik, angkaangka di dalam  bermuara kepada kesimpulan yang sama yaitu bahwa Model Modifikasi.

Kelebihan penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian

Tidak mempunyai tujuan penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 12 Desember 2014

#Pinternet Internet Addiction Disorder (Review Jurnal)



Jurnal 1
Pengembangan konseling kelompok untuk peningkatan
pengelolaan diri pada remaja yang kecanduan game
online
Triharim K. S. Pilpala

Metode Penelitian

Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research), yaitu penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan. Tujuan action research adalah peningkatan mutu atau kualitas pada suatu kelompok yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998).

Hasil dan Pembahasan Penelitian 

Pengujian kepraktisan model Siklus pertama melibatkan tujuh orang remaja yang mengalami kecanduan game online. Anggota kelompok ini berdasarkan anggota suatu clan dalam permainan game online yaitu clan zyzha. semua subjek adalah laki-laki, berusia 18-24 tahun (M=21,25; SD=3,03). Konseling kelompok untuk peningkatan pengelolaan diri dilakukan selama empat sesi secara berturutturut dilakukan selama 25 menit, 110 menit, 90 menit dan 90 menit. Pada awal sesi pertama, permainan yang diberikan sebagai rapport dinilai terlalu monoton dan kurang mengakrabkan antara anggota kelompok. Lima anggota kelompok merasa permainan yang diberikan tidak sesuai dengan usia mereka. Hal ini menjadi catatan penting bagi konselor untuk mempersiapkan cara untuk mengakrabkan dengan permainan yang sesuai dengan usia konseli yang tidak terlepas dari tujuan sesi tersebut. Pada sesi kedua, satu anggota kelompok tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu diperlukan pemantapan kontrak kelompok agar kelancaran proses konseling kelompok dapat berjalan baik terkait dengan proses konseling pada sesi kedua ini, konseli mengatakan merasa jenuh dan bosan ketika diberikan permainan untuk menguji daya ingat. Mereka merasa tujuan dalam permainan tersebut kurang sesuai dengan pengelolaan diri dalam mengatasi kecanduan mereka. Hal ini menjadikan catatan penting bagi konselor agar tidak memberikan permainan lebih dari satu kali. Pada setiap sesi, anggota kelompok belum terlihat aktif dalam diskusi yang dilakukan. Mereka hanya menjawab apa yang ditanya saja, selain itu beberapa anggota kelompok masih menutupi data diri mereka sebenarnya, misalnya frekuensi bermain mereka dan dampak yang terjadi dari kecanduan tersebut. Hal ini menjadi catatan konselor agar melakukan peningkatan rapport pada anggota kelompok agar timbul kepercayaan pada konseling kelompok di siklus kedua. Dalam pemberian tugas rumah berupa pemantauan diri (self-monitoring), konselor masih merasa bingung tentang stimulus control dan self- reward. Penjelasan dua hal tersebut diperbaiki pada siklus selanjutnya agar tugas rumah tersebut dapat berjalan lancar.  Pada sesi ketiga dan keempat, anggota kelompok merasa terlalu lama karena waktu yang digunakan selama 110 menit pada sesi ketiga dan 90 menit pada sesi keempat. Hal ini menjadi catatan bagi konselor untuk mempersingkat waktu dan langsung tertuju pada tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya diperlukan sesi penutup untuk menghentikan terapi yang dilakukan. Pengujian kepraktisan model konseling kelompok pada siklus pertama dijadikan dasar untuk meningkatkan kepraktisan pengembangan model guna diterapkan pada penelitian siklus kedua.
Kecanduan game online pada remaja berdasarkan hasil data yang diperoleh pada tindakan KK-SPD telah menunjukkan peningkatan. Melihat intervensi konseling kelompok yang telah dilakukan melalui pembagian siklus pertama dan siklus kedua, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan intervensi konseling kelompok pada siklus pertama rata-rata 90,1, pada siklus kedua peningkatan pengelolan diri rata-rata 104,2. Secara keseluruhan untuk pengembangan KK-SPD terlihat adanya peningkatan yang positif meskipun pada siklus kedua lebih terlihat terjadi peningkatan pada siklus pertama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbaikan model pada siklus kedua. Dalam penelitian tindakan terdapat suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam penelitian ini dilakukan oleh konselor dan konseli), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatankegiatan penyempurnaan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998). Adapun pendapat Kurt Lewin menyimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya (Davison, Martinsons,Kock, 2004)
.
Kelebihaan Penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian
Tidak ada tujuan penelitian.



 Jurnal 2

Internet Addiction Disorder (Studi Deskriptif Mahasiswa Ilmu Sosial Internet
Addicts)
Ardhyana Rokhmah Pratiwi, dkk.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran deskriptif mengenai latar belakang dan alasan para mahasiswa menjadi internet addicts tanpa mampu mengontrol penggunaan internet mereka. Sedangkan dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Signifikansi Akademis. Penelitian ini merupakan penelitian berparadigma post-positivism yang bertujuan untuk mengekplorasi dan mendeskripsikan mengapa para mahasiswa menjadi internet addicts. Karena penelitian-penelitian sebelumnya sebagian besar menggunakan paradigma positivism. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu komunikasi secara umum dan internet addiciton disorder secara khusus. (2) Signifikansi Praktis. Memahami penyebab internet addiciton disorder pada mahasiswa FISIP Universitas Indonesia.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi sebagai metodologi membantu peneliti masuk ke dalam persepsi orang lain untuk memandang kehidupan yang dijalani. Peneliti mencoba memakai sepatu orang lain dan memahami mengapa mereka menjalani kehidupan demikian. Dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah in-depth interview atau wawancara mendalam subjek penelitian yaitu para mahasiswa internet addicts serta observasi. Dalam memilih informan, akan digunakan purposeful sampling, yaitu pengambilan sample berdasarkan kriteria tertentu yang harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan dipilih lima orang informan internet addicts yang telah melengkapi persyaratan penilaian tingkat internet addiction berdasarkan Problematic Internet Use Questionnaire (PIUQ). PIUQ adalah bentuk kuesioner The Three-Factor Model of Internet Addiction yang dikembangkan oleh tiga orang peneliti dari Eotvos Loran University, Hungaria, yaitu Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa pada tahun 2007 untuk mengukur tingkat internet addiction seseorang berdasarkan Model Tiga Faktor, yaitu obsession, neglect, dan control disorder (Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa, 2008).

Hasil dan Pembahasan Penelitian

Konsep-Konsep
Setelah melakukan selective coding hasil wawancara dengan informan, di bawah ini merupakan konsep-konsep yang dipetakan selama proses coding:
1. Social structure: terdiri atas social facts data demografis, antara lain usia, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan keluarga, suku, agama, tempat tinggal, pekerjaan orangtua, jumlah saudara, asal SMA, dsb.
2. Social Background (mempengaruhi media orientation):
 Media content (1), yaitu konten harian khusus yang ditawarkan serta bentuk presentasi dari media
 Individual’s circumstances (2), yaitu kondisi-kondisi atau momen tertentu, misalnya jumlah waktu luang, jenis aktivitas lain yang tersedia, dsb
 Social context of choice and use (3), misalnya pengaruh dari keluarga, teman, dan orang-orang dekat lainnya.
3. Routine Activities. Aktivitas sehari-hari informan yang rutin dilakukan termasuk kuliah, pekerjaan rumah, pekerjaan.
4. Parental Communication, yaitu pola hubungan dan komunikasi antara orangtua dengan informan. Komunikasi ini dapat terjadi searah atau dua arah, demokratis, liberal, atau otoritarian. Selain itu, ini mencakup frekuensi dan intensitas komunikasi antara orangtua dengan informan serta kenyamanan berinteraksi dan berkomunikasi informan dengan orangtuanya.
5. Deskripsi Informan. Deskripsi spesifik oleh peneliti terhadap informan berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti.
6. Internet Accesibility. Aksesibilitas internet informan. Ketersediaan fasilitas internet di lingkungan sekitar informan termasuk rumah, warnet (warung internet), perpustakaan, WIFI dan handphone.
7. Neglect Scale. Hal-hal seperti melakukan pekerjaan rumah, bekerja, belajar, makan, hubungan dengan partner, serta aktivitas lain menjadi kurang penting dan diabaikan karena peningkatan waktu yang dihabiskan untuk penggunaan internet.
8. Obsession Scale. Memperhatikan apa yang disebut peneliti, mental engagement with the internet−meliput daydreaming, banyak berfantasi tentang internet, menunggu-nunggu kapan dapat kembali online−and anxiety, worry, and depression caused by lack of internet use
9. Control Disorder Scale. Ditandai dengan fakta bahwa seseorang menggunakan internet lebih sering dan lebih lama daripada waktu yang telah ia rencanakan sebelumya dan ia tidak mampu mengurangi waktu penggunaan internet.
10. Social Utility (Interest). Penggunaan internet oleh informan sebagai sarana menyalurkan dan mengembangkan minat atau hobi informan.
11. Socialization. Kegiatan interaksi informan.
12. Companionship. Kebutuhan informan untuk memiliki tempat atau teman untuk berbagi.
13. Emotional Release. Kebutuhan informan untuk melampiaskan atau menyalurkan emosinya.
14. Surveillance. Kebutuhan informan untuk mendapatkan informasi-informasi.
15. Escape from Routine Problems. Kebutuhan informan untuk melepaskan diri sementara dari masalahmasalah sehari-hari.
16. Construction of Identity. Proses konstruksi identitas informan lewat Internet.
17. Personal indentity (value reinforcement). Identitas atau nilai-nilai tertentu yang dimiliki informan.
18. Gratification Obtained. Kepuasan yang diperoleh oleh informan setelah menggunakan Internet. Apakah informan dapat selalu menemukan apa yang dicarinya di Internet.
19. Self-improvement. Bentuk pembangunan diri menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
20. Entertainment. Kebutuhan akan hiburan.
21. The Media Equation. Media=real life. Dalam penelitian ini→ Internet=real life.

Kelebihan Penelitian

Pembahasan lebih terperinci dan mudah dimengerti.

Kelemahan Penelitian

Tidak memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.



 Jurnal 3


Pengujian Validitas Konstruk Kriteria
Kecanduan Internet
Helly P. Soetjipto

Metode Penelitian

Responden
Partisipan penelitian ini adalah pengguna jasa internet yang sebagian besar berasal dari kota Yogyakar ta, sebanyak 124 responden yang memiliki kisaran usia antara 14 tahun hingga 35 tahun. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa. Hanya ada tiga responden yang sudah bekerja dan usia mereka adalah 30, 32, dan 35 tahun. Seluruh responden setidaknya telah menggunakan internet selama 6 bulan secara terus menerus. Dengan demikian mereka dapat dianggap sebagai existing user (Grohol, 1999) dan telah mengenal dan mampu menggunakan fasilitas yang disediakan oleh internet. Ada sebanyak 63 orang responden laki laki (50,81 persen) dan 61 responden perempuan (49,19 persen).
 
Hasil dan Pembahasan

Analisis faktor konfirmatori dilakukan terhadap 7 aitem. Ketujuh aitem tersebut digunakan untuk menyusun 2 faktor atau variabel laten. Faktor 1 tersusun atas lima buah aitem, yaitu aitem 3, 6, 7, 10, dan 11.  Faktor 2 memiliki 2 aitem, yaitu aitem 9 dan 15. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Chisquare untuk model ini adalah 14,036 dengan derajat kebebasan sebesar 13 dan p sebesar 0,371 (p > 0,05). Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa tidak terdapat diskrepansi antara model dengan data empirik. Tidak adanya diskrepansi diperkuat dengan beberapa indeks, antara lain GFI, AGFI, NFI, dan CFI. Untuk model sebagaimana dipaparkan didalam Gambar 1 diperoleh GFI sebesar 0,968, AGFI sebesar 0,931, NFI sebesar 0,935, dan CFI sebesar 0,995. Di samping itu, 2 indikator kesesuaian antara model dengan data ditunjukkan pula oleh kecilnya angkaRMR (0,042) dan RMSEA (0,025) yang keduanya lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berdasarkan beberapa indikator kesesuaian model atau model fitness mengarah kepada suatu kesimpulan, yaitu tidak ada diskrepansi antara model dengan data. Dapat pula disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian atau kecocokan antara model dengan data. Dengan demikian untuk menentukan model manakah yang lebih baik justru menjadi lebih rumit jika kita tidak mengkaji kembali angkaangka yang menunjukkan besarnya standardized regression weight dan squared multiple correlation. Jika dua ukuran ini dipertimbangkan, maka penggunaan ukuranukuran kecocokan (fit measures) menjadi kurang relevan karena dari dapatdenganpastidikatakan bahwakedua model memiliki dukungan kuat dari data empiriknya. Berdasarkan kaidah pengujian hipotesis yang lazim digunakan di dalam statistik, angkaangka di dalam  bermuara kepada kesimpulan yang sama yaitu bahwa Model Modifikasi.

Kelebihan penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian

Tidak mempunyai tujuan penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar