all about dhon don

Jumat, 12 Desember 2014

#Pinternet Psikoterapi Via Internet (Review Jurnal)



Jurnal 1
Konseling Online Sebagai Salah Satu Bentuk
Pelayanan E-konseling
                                                                        Ifdil

Hasil dan Pembahasan

Istilah konseling online merupakan dua kata yaitu kata ”konseling (Inggris)  dan  kata  online”. proses pemberian   bantuan    yang   dilakukan   melalui   wawancara   konseling   oleh   seorang   ahli (konselor) kepada   individu   yang   sedang   mengalami   sesuatu   masalah   (disebut klien)  yang  bermuara  pada teratasinya  masalah  yang  dihadapi  klien”. Sedangkan   kata   online jaringan  (seperti  Internet)  dan  siap  untuk  digunakan  (atau  digunakan  oleh) komputer  atau  perangkat lain. (Business Dictionary,  2011). atau keadaan saat sesuatu terhubung ke dalam suatu jaringan atau sistem (umumya istilah konseling online dapat dimaknai secara sederhana yaitu proses konseling yang dilakuk jaringan sebagai penghubung antara konselor dengan kliennya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh (Amani, 2007) Konseling Online adalah konseling melalui internet yang secara umum merujuk pada profesi yang berkaitan dengan layanan kesehatan mental melalui teknologi komunikasi internet. Lebih lanjut Fields (2011)  menyebutkan bahwa konseling online adalah layanan terapi yang relatif baru. Konseling dikembangkan dengan  menggunakan teknologi komunikasi dari yang paling sederhana meng dengan telp pc-to-pc sampai penggunaan dengan penggunaan webcam menggunakan komputer dan internet. Haberstroh (2011) menjelaskan bahwa konseling online adalah klien dan
konselor berkomunikasi dengan menggunakan streaming video dan audio. Capill (tt). komputer sehingga tercipta komunisi antara klien dengan Konselor.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa konseling terhadap klien/konseli dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi, komputer.

PROSES  KONSELING  ONLINE
Proses konseling online selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukan oleh Koutsonika (2009) : bukanlah merupakan sebuah proses yang simple. yang berbeda dan menantang penggunaan teknologi, latar belakang pendidikan manajemen. Selain apa yang dikemukan di atas, secara spesifik penyedia konseling online secara rinci biasanya memberikan tata cara dalam melakukan proses konseling online. Namun pada pembahasan artikel ini penulis memberikan gambaran umum proses konseling online. online bukanlah sebuah proses yang sederhana. Diperlukan kemampuan pendukung lain selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukan oleh Koutsonika (2009) :bukanlah merupakan sebuah proses yang simple. Sebaliknya sebuah proses yang kompleks yang memiliki karakteristik tersendiri. Kemudian berkenaan dengan, latar belakang pendidikan dan keterampilan, masalah apa yang dikemukan di atas, secara spesifik penyedia konseling online secara rinci biasanya memberikan tata cara dalam melakukan proses konseling online. Namun pada pembahasan artikel ini penulis memberikan gambaran umum proses konseling online. bukanlah sebuah proses yang sederhana. Diperlukan kemampuan pendukung lain selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukan oleh Koutsonika (2009) : Konseling  online kompleks dengan sejumlah isu
berkenaan dengan etika, masalah hukum, bisnis dan masalah apa yang dikemukan di atas, secara spesifik penyedia konseling online secara rinci biasanya memberikan tata cara dalam melakukan proses konseling online. Namun pada pembahasan artikel ini penulis.

Tahap Konseling online

1. Tahap I (Persiapan)
Tahap persiapan mencakup aspek teknis penggunaan perangkat keras Tahap persiapan mencakup aspek teknis penggunaan perangkat keras (hardware) mendukung penyelenggaraan konseling online. Seperti perangkat komputer/laptop yang (software), yang mendukung penyelenggaraan konseling online. Seperti perangkat komputer/laptop yang dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu program-program yang mendukung dan akan digunakan, konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum, kesusuaian isu yang akan dibahas, serta tata kelola. dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu program yang mendukung dan akan digunakan, account dan alamat email. Konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum, kesusuaian isu yang akan dibahas, serta tata kelola.
2.  Tahap  II ( Proses Konseling)
Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling Konseling) Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling tahapan (Prayitno. 2004) yaitu terdiri atas lima tahap yakni tahap, pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian dan bersambung sesuai tahap dan lebih terbuka untuk dimodifikasi akhir, juga penggunaan teknik tahapan (Prayitno. 2004) yaitu terdiri atas lima tahap yakni tahap, pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian namun dalam pelaksanaannya “kontinum fleksibel” dimana saling berhubungan dan bersambung sesuai tahap dan lebih terbuka untuk dimodifikasi, mulai dari tahap awal sampai tahap akhir, juga penggunaan teknik-teknik umum dan khusus tidak secara penuh seperti penyelenggaraan konseling secara langsung dibandingkan dengan cara bentuk pemilihan teknik, pendekatan dan ataupun terapi akan disesuaikan.
3.  Tahap III ( Pasca Konseling)
Tahap tiga yaitu tahap pasca proses konseling online.  Pada tahap ini merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya dimana setelah dilakukan penilaian maka yang pertama (1) konseling akan ditandai dengan kondisi klien yang KES (effective daily living- EDL) (2) Konseling akan dilanjutkan ada sesi  Face to Face- FtF) (3) Konseling akan dilanjutkan pada sesi konseling online berikutnya dan (4) klien akan direferal pada Konselor lain atau ahli lain. Seperti perangkat komputer/laptop yang dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu
email. Selain itu juga kesiapan  Konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum.Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling face-to-face (FtF) tahapan (Prayitno. 2004) yaitu terdiri atas lima tahap yakni tahap, pengantaran, penjajagan, penafsiran, inum fleksibel” dimana saling berhubungan dengan nilai dari tahap awal sampai tahap teknik umum dan khusus tidak secara penuh seperti penyelenggaraan menekankan pada terentasnya masalah klien atau terapi yang digunakan. Pada tahapan ini adalah masalah yang dihadapi oleh klien. 

Kekuatan Penelitian

Penelitian ini menjelaskan tahap – tahap yang dilakukan dalam melakukan terapi secara jelas dan terperinci.

Kekurangan Penelitian

Tidak dijelaskan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga tidak diperoleh hasil yang maksimal. 


Jurnal 2

PENGARUH DAN EFEKTIFITAS COGNITIVE
BEHAVIORAL THERAPY (CBT) BERBASIS KOMPUTER
TERHADAP KLIEN CEMAS DAN DEPRESI
Zakiyah

Hasil dan Pembahasan

Hasil 4 penelitian yang dilakukan pada klien dengan kecemasan fobia sosial dan obsesif kompulsif menunjukan CBT berbasis komputer lebih baik dibandingkan pelaksanaan CBT melalui tatap muka dan dukungan telepon. Hasil 4 penelitian yang dilakukan pada klien depresi, menunjukkan lebih baik dibandingkan dengan kelompok klien yang tidak dilakukan CBT berbasis komputer. Hasil penelitian yang dilakukan pada klien dengan kecemasan dan/atau depresi, menunjukan bahwa kelompok klien yang menerima CBT berbasis komputer lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima perawatan CBT biasa (Tranaeus, 2007).  Beberapa penelitian telah dilakukan oleh perawat jiwa di Indonesia dalam menerapkan CBT pada pasien dengan gangguan jiwa, dan memberikan hasil yang baik. Hasil penelitian Sasmita, (2007), CBT meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien dengan harga diri rendah secara signifikan. Hasil penelitian Fauziah, (2009), bahwa CBT dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan. Hasil penelitian Wahyuni, (2010), bahwa CBT dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien dengan halusinasi. Hasil penelitian Erwina, (2010), mendapatkan hasil bahwa CBT meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku klien pasca gempa. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Eyet, (2011), dengan menggabungkan dua terapi CBT dan REBT (Remotive Emotional Behavior Therapy), dapat menurunkan tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan, harga diri rendah, dan mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, serta psikomotor klien. Hasil penelitian Christensen et al, (2004); Proudfoot et. al., 2004; Wright et. al., 2005; Hoffmann, (2006), menunjukkan bahwa pemberian CBT dan Psychoeducation dengan menggunakan internet, efektif dalam menurunkan gejala depresi dan kecemasan dan efektif dari segi biaya McCrone et. al.,(2004), dalam Stuart,(2009:115). Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Berbasis Komputer Perkembangan teknologi sistem informasi di bidang kesehatan memungkinkan untuk dikembangkannya proses Pengaruh dan Efektifitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Berbasis Komputer terhadap Klien Cemas dan Depresilayanan kesehatan berbasis komputer. CBT berbasis komputer merupakan program terapi yang melibatkan pengobatan berdasarkan manual CBT yang telah disesuaikan dengan format komputerisasi. Pada beberapa kasus, terapi berbasis komputer meliputi beberapa jenis kontak pribadi dengan terapis CBT yang mengikuti perkembangan pasien dan selalu siap untuk menjawab pertanyaan, misalnya melalui e-mail, telepon, atau pertemuan tatap muka yang sedikit terbatas. Beberapa program berbasis komputer hanya melakukan kontak yang minimal dengan terapis CBT, sementara hal lainnya hanya digunakan sebagai pelengkap yang diberikan oleh terapis. Pada CBT berbasis komputer belum ditetapkan ukuran kelompok pasien gangguan kecemasan atau depresi yang mungkin cocok untuk penerapan CBT berbasis komputer. Christensen, Griffiths, dan Korten, (2002), telah mengembangkan situs resmi gratis tentang CBT berbasis internet, yang dikenal dengan MoodGYM. Situs ini dirancang untuk mengobati dan mencegah depresi pada orang muda. Situs ini tersedia untuk semua pengguna internet, dan ditargetkan untuk orang-orang yang mungkin tidak memiliki kontak resmi dengan bantuan layanan profesional. Situs ini terdiri dari satu set dari 5 modul pelatihan kognitif perilaku, buku kerja pribadi (berisi 29 latihan dan penilaian) untuk mencatat dan update tanggapan masing-masing pengguna, sebuah permainan interaktif, dan bentuk evaluasi umpan balik. Modul 1; memperkenalkan situs “Characters” (pola model disfungsi pikiran) dan menunjukkan bagaimana suasana hati dipengaruhi oleh pikiran, dengan menggunakan diagram animasi dan latihan interaktif. Modul 2; menjelaskan jenis pikiran disfungsional, metode untuk mengatasinya, dan memberikan penilaian diri dari warpy pikiran (disfungsional). Modul 3; menyediakan metode untuk mengatasi perilaku pikiran disfungsional, dan termasuk bagian pada ketegasan dan pelatihan diri. Modul 4; menilai E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 79 Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 Zakiyah, 75 – 80 kejadian stress dalam kehidupan, peristiwa yang menyenangkan, dan kegiatan, serta menyediakan 3 kaset relaksasi yang dapat di download. Modul 5; meliputi pemecahan masalah sederhana dan tanggapan yang khas terhadap berakhirnya hubungan. Buku kerja Latihan telah dipadukan secara utuh pada masing-masing modul. Setiap modul dirancang menghabiskan waktu sekitar 30 sampai 45 menit untuk diselesaikan, namun pengguna situs dapat memilih untuk melewati bagian-bagian tertentu. Modul 1 memiliki sekitar 30 halaman, kebanyakan isinya adalah browser dukungan fitur interaktif (membuat halaman tambahan) dan jendela pop-up tambahan. Modul 3 memiliki lebih dari 60 halaman, namun pengguna situs diarahkan ke bagian tertentu tergantung hasil skor pada tes sebelumnya sehingga tidak dapat mengakses semua halaman. Penilaian online termasuk di dalamnya skala cemas dan depresi menurut Goldberg yang terdiri dari 9 item. Skala ini ideal untuk digunakan di internet karena singkat, diterima dengan baik, keandalan dan validitas memuaskan. 

Kelebihan Penelitian

Abstrak jelas, sehimgga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian

Tidak ada tujuan dan metodologi penelitian yang lebih terperinci.


Jurnal 3 

APLIKASI PSIKOTES UNTUK MENGUKUR NILAI NILAI KEHIDUPAN DAN KEYAKINAN KARIR BERBASIS WEB
Hendri Christianto, Endi Putro
Hasil dan Pembahasan

Bimbingan karir atau sering disebut  dengan konseling karir atau bimbingan pekerjaan sejatinya adalah salah satu bentuk  upaya diri untuk memaksimalkan pengembangan diri dari siswa ataupun seseorang yang membutuhkan bimbingan sehingga mampu berkembang sesuai dengan kemampuan dan terarah menuju hal yang diharapkan. Bimbingan karir adalah suatu proses untuk membantu seseorang dalam memahami dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja diluar dirinya, mempertemukan gambaran tentang dunia kerja diluar dirinya, mempertemukan gambaran diri tersebut dengan dunia kerja itu untuk pada akhirnya dapat memilih bidang pekerjaan dan membina karir dalam bidang tersebut.
 Pada penelitian ini, aplikasi psikotes, berbasis website diterapkan kepada client yang mencoba mengikuti tes adaptabilitas karir. Dari analisis yang telah dilakukan pada perancangan dan implementasi aplikasi psikotes berbasis website dengan melakukan uji coba, dapat diambil kesimpulan bahwa aplikasi psikotes berbasis website dapat membantu seorang konselor dalam hal :
·         Tes psikologi yang dilakukan tidak terbatas ruang dan waktu. Dimanapun dan kapanpun, sepanjang client telah terdaftar oleh admin dapat melakukan tes psikologi.
·         Perhitungan matematis dilakukan oleh aplikasi, hasilnya disimpan dalam bentuk file per client.

Kelebihan penelitian :

Penelitian menggunakan konsep yang matang.

Kekurangan Penelitian :

Abstrak kurang mewakilkan penelitian dan tidak adanya metodologi penelitian.

Sumber :  file:///C:/Users/user/Downloads/813-1476-1-SM.pdf

#Pinternet Internet Addiction Disorder (Review Jurnal)



Jurnal 1
Pengembangan konseling kelompok untuk peningkatan
pengelolaan diri pada remaja yang kecanduan game
online
Triharim K. S. Pilpala

Metode Penelitian

Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research), yaitu penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan. Tujuan action research adalah peningkatan mutu atau kualitas pada suatu kelompok yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998).

Hasil dan Pembahasan Penelitian 

Pengujian kepraktisan model Siklus pertama melibatkan tujuh orang remaja yang mengalami kecanduan game online. Anggota kelompok ini berdasarkan anggota suatu clan dalam permainan game online yaitu clan zyzha. semua subjek adalah laki-laki, berusia 18-24 tahun (M=21,25; SD=3,03). Konseling kelompok untuk peningkatan pengelolaan diri dilakukan selama empat sesi secara berturutturut dilakukan selama 25 menit, 110 menit, 90 menit dan 90 menit. Pada awal sesi pertama, permainan yang diberikan sebagai rapport dinilai terlalu monoton dan kurang mengakrabkan antara anggota kelompok. Lima anggota kelompok merasa permainan yang diberikan tidak sesuai dengan usia mereka. Hal ini menjadi catatan penting bagi konselor untuk mempersiapkan cara untuk mengakrabkan dengan permainan yang sesuai dengan usia konseli yang tidak terlepas dari tujuan sesi tersebut. Pada sesi kedua, satu anggota kelompok tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu diperlukan pemantapan kontrak kelompok agar kelancaran proses konseling kelompok dapat berjalan baik terkait dengan proses konseling pada sesi kedua ini, konseli mengatakan merasa jenuh dan bosan ketika diberikan permainan untuk menguji daya ingat. Mereka merasa tujuan dalam permainan tersebut kurang sesuai dengan pengelolaan diri dalam mengatasi kecanduan mereka. Hal ini menjadikan catatan penting bagi konselor agar tidak memberikan permainan lebih dari satu kali. Pada setiap sesi, anggota kelompok belum terlihat aktif dalam diskusi yang dilakukan. Mereka hanya menjawab apa yang ditanya saja, selain itu beberapa anggota kelompok masih menutupi data diri mereka sebenarnya, misalnya frekuensi bermain mereka dan dampak yang terjadi dari kecanduan tersebut. Hal ini menjadi catatan konselor agar melakukan peningkatan rapport pada anggota kelompok agar timbul kepercayaan pada konseling kelompok di siklus kedua. Dalam pemberian tugas rumah berupa pemantauan diri (self-monitoring), konselor masih merasa bingung tentang stimulus control dan self- reward. Penjelasan dua hal tersebut diperbaiki pada siklus selanjutnya agar tugas rumah tersebut dapat berjalan lancar.  Pada sesi ketiga dan keempat, anggota kelompok merasa terlalu lama karena waktu yang digunakan selama 110 menit pada sesi ketiga dan 90 menit pada sesi keempat. Hal ini menjadi catatan bagi konselor untuk mempersingkat waktu dan langsung tertuju pada tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya diperlukan sesi penutup untuk menghentikan terapi yang dilakukan. Pengujian kepraktisan model konseling kelompok pada siklus pertama dijadikan dasar untuk meningkatkan kepraktisan pengembangan model guna diterapkan pada penelitian siklus kedua.
Kecanduan game online pada remaja berdasarkan hasil data yang diperoleh pada tindakan KK-SPD telah menunjukkan peningkatan. Melihat intervensi konseling kelompok yang telah dilakukan melalui pembagian siklus pertama dan siklus kedua, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan intervensi konseling kelompok pada siklus pertama rata-rata 90,1, pada siklus kedua peningkatan pengelolan diri rata-rata 104,2. Secara keseluruhan untuk pengembangan KK-SPD terlihat adanya peningkatan yang positif meskipun pada siklus kedua lebih terlihat terjadi peningkatan pada siklus pertama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbaikan model pada siklus kedua. Dalam penelitian tindakan terdapat suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam penelitian ini dilakukan oleh konselor dan konseli), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatankegiatan penyempurnaan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998). Adapun pendapat Kurt Lewin menyimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya (Davison, Martinsons,Kock, 2004)
.
Kelebihaan Penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian
Tidak ada tujuan penelitian.



 Jurnal 2

Internet Addiction Disorder (Studi Deskriptif Mahasiswa Ilmu Sosial Internet
Addicts)
Ardhyana Rokhmah Pratiwi, dkk.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran deskriptif mengenai latar belakang dan alasan para mahasiswa menjadi internet addicts tanpa mampu mengontrol penggunaan internet mereka. Sedangkan dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Signifikansi Akademis. Penelitian ini merupakan penelitian berparadigma post-positivism yang bertujuan untuk mengekplorasi dan mendeskripsikan mengapa para mahasiswa menjadi internet addicts. Karena penelitian-penelitian sebelumnya sebagian besar menggunakan paradigma positivism. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu komunikasi secara umum dan internet addiciton disorder secara khusus. (2) Signifikansi Praktis. Memahami penyebab internet addiciton disorder pada mahasiswa FISIP Universitas Indonesia.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi sebagai metodologi membantu peneliti masuk ke dalam persepsi orang lain untuk memandang kehidupan yang dijalani. Peneliti mencoba memakai sepatu orang lain dan memahami mengapa mereka menjalani kehidupan demikian. Dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah in-depth interview atau wawancara mendalam subjek penelitian yaitu para mahasiswa internet addicts serta observasi. Dalam memilih informan, akan digunakan purposeful sampling, yaitu pengambilan sample berdasarkan kriteria tertentu yang harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan dipilih lima orang informan internet addicts yang telah melengkapi persyaratan penilaian tingkat internet addiction berdasarkan Problematic Internet Use Questionnaire (PIUQ). PIUQ adalah bentuk kuesioner The Three-Factor Model of Internet Addiction yang dikembangkan oleh tiga orang peneliti dari Eotvos Loran University, Hungaria, yaitu Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa pada tahun 2007 untuk mengukur tingkat internet addiction seseorang berdasarkan Model Tiga Faktor, yaitu obsession, neglect, dan control disorder (Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa, 2008).

Hasil dan Pembahasan Penelitian

Konsep-Konsep
Setelah melakukan selective coding hasil wawancara dengan informan, di bawah ini merupakan konsep-konsep yang dipetakan selama proses coding:
1. Social structure: terdiri atas social facts data demografis, antara lain usia, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan keluarga, suku, agama, tempat tinggal, pekerjaan orangtua, jumlah saudara, asal SMA, dsb.
2. Social Background (mempengaruhi media orientation):
 Media content (1), yaitu konten harian khusus yang ditawarkan serta bentuk presentasi dari media
 Individual’s circumstances (2), yaitu kondisi-kondisi atau momen tertentu, misalnya jumlah waktu luang, jenis aktivitas lain yang tersedia, dsb
 Social context of choice and use (3), misalnya pengaruh dari keluarga, teman, dan orang-orang dekat lainnya.
3. Routine Activities. Aktivitas sehari-hari informan yang rutin dilakukan termasuk kuliah, pekerjaan rumah, pekerjaan.
4. Parental Communication, yaitu pola hubungan dan komunikasi antara orangtua dengan informan. Komunikasi ini dapat terjadi searah atau dua arah, demokratis, liberal, atau otoritarian. Selain itu, ini mencakup frekuensi dan intensitas komunikasi antara orangtua dengan informan serta kenyamanan berinteraksi dan berkomunikasi informan dengan orangtuanya.
5. Deskripsi Informan. Deskripsi spesifik oleh peneliti terhadap informan berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti.
6. Internet Accesibility. Aksesibilitas internet informan. Ketersediaan fasilitas internet di lingkungan sekitar informan termasuk rumah, warnet (warung internet), perpustakaan, WIFI dan handphone.
7. Neglect Scale. Hal-hal seperti melakukan pekerjaan rumah, bekerja, belajar, makan, hubungan dengan partner, serta aktivitas lain menjadi kurang penting dan diabaikan karena peningkatan waktu yang dihabiskan untuk penggunaan internet.
8. Obsession Scale. Memperhatikan apa yang disebut peneliti, mental engagement with the internet−meliput daydreaming, banyak berfantasi tentang internet, menunggu-nunggu kapan dapat kembali online−and anxiety, worry, and depression caused by lack of internet use
9. Control Disorder Scale. Ditandai dengan fakta bahwa seseorang menggunakan internet lebih sering dan lebih lama daripada waktu yang telah ia rencanakan sebelumya dan ia tidak mampu mengurangi waktu penggunaan internet.
10. Social Utility (Interest). Penggunaan internet oleh informan sebagai sarana menyalurkan dan mengembangkan minat atau hobi informan.
11. Socialization. Kegiatan interaksi informan.
12. Companionship. Kebutuhan informan untuk memiliki tempat atau teman untuk berbagi.
13. Emotional Release. Kebutuhan informan untuk melampiaskan atau menyalurkan emosinya.
14. Surveillance. Kebutuhan informan untuk mendapatkan informasi-informasi.
15. Escape from Routine Problems. Kebutuhan informan untuk melepaskan diri sementara dari masalahmasalah sehari-hari.
16. Construction of Identity. Proses konstruksi identitas informan lewat Internet.
17. Personal indentity (value reinforcement). Identitas atau nilai-nilai tertentu yang dimiliki informan.
18. Gratification Obtained. Kepuasan yang diperoleh oleh informan setelah menggunakan Internet. Apakah informan dapat selalu menemukan apa yang dicarinya di Internet.
19. Self-improvement. Bentuk pembangunan diri menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
20. Entertainment. Kebutuhan akan hiburan.
21. The Media Equation. Media=real life. Dalam penelitian ini→ Internet=real life.

Kelebihan Penelitian

Pembahasan lebih terperinci dan mudah dimengerti.

Kelemahan Penelitian

Tidak memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.



 Jurnal 3


Pengujian Validitas Konstruk Kriteria
Kecanduan Internet
Helly P. Soetjipto

Metode Penelitian

Responden
Partisipan penelitian ini adalah pengguna jasa internet yang sebagian besar berasal dari kota Yogyakar ta, sebanyak 124 responden yang memiliki kisaran usia antara 14 tahun hingga 35 tahun. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa. Hanya ada tiga responden yang sudah bekerja dan usia mereka adalah 30, 32, dan 35 tahun. Seluruh responden setidaknya telah menggunakan internet selama 6 bulan secara terus menerus. Dengan demikian mereka dapat dianggap sebagai existing user (Grohol, 1999) dan telah mengenal dan mampu menggunakan fasilitas yang disediakan oleh internet. Ada sebanyak 63 orang responden laki laki (50,81 persen) dan 61 responden perempuan (49,19 persen).
 
Hasil dan Pembahasan

Analisis faktor konfirmatori dilakukan terhadap 7 aitem. Ketujuh aitem tersebut digunakan untuk menyusun 2 faktor atau variabel laten. Faktor 1 tersusun atas lima buah aitem, yaitu aitem 3, 6, 7, 10, dan 11.  Faktor 2 memiliki 2 aitem, yaitu aitem 9 dan 15. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Chisquare untuk model ini adalah 14,036 dengan derajat kebebasan sebesar 13 dan p sebesar 0,371 (p > 0,05). Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa tidak terdapat diskrepansi antara model dengan data empirik. Tidak adanya diskrepansi diperkuat dengan beberapa indeks, antara lain GFI, AGFI, NFI, dan CFI. Untuk model sebagaimana dipaparkan didalam Gambar 1 diperoleh GFI sebesar 0,968, AGFI sebesar 0,931, NFI sebesar 0,935, dan CFI sebesar 0,995. Di samping itu, 2 indikator kesesuaian antara model dengan data ditunjukkan pula oleh kecilnya angkaRMR (0,042) dan RMSEA (0,025) yang keduanya lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berdasarkan beberapa indikator kesesuaian model atau model fitness mengarah kepada suatu kesimpulan, yaitu tidak ada diskrepansi antara model dengan data. Dapat pula disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian atau kecocokan antara model dengan data. Dengan demikian untuk menentukan model manakah yang lebih baik justru menjadi lebih rumit jika kita tidak mengkaji kembali angkaangka yang menunjukkan besarnya standardized regression weight dan squared multiple correlation. Jika dua ukuran ini dipertimbangkan, maka penggunaan ukuranukuran kecocokan (fit measures) menjadi kurang relevan karena dari dapatdenganpastidikatakan bahwakedua model memiliki dukungan kuat dari data empiriknya. Berdasarkan kaidah pengujian hipotesis yang lazim digunakan di dalam statistik, angkaangka di dalam  bermuara kepada kesimpulan yang sama yaitu bahwa Model Modifikasi.

Kelebihan penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian

Tidak mempunyai tujuan penelitian.

Jumat, 12 Desember 2014

#Pinternet Psikoterapi Via Internet (Review Jurnal)



Jurnal 1
Konseling Online Sebagai Salah Satu Bentuk
Pelayanan E-konseling
                                                                        Ifdil

Hasil dan Pembahasan

Istilah konseling online merupakan dua kata yaitu kata ”konseling (Inggris)  dan  kata  online”. proses pemberian   bantuan    yang   dilakukan   melalui   wawancara   konseling   oleh   seorang   ahli (konselor) kepada   individu   yang   sedang   mengalami   sesuatu   masalah   (disebut klien)  yang  bermuara  pada teratasinya  masalah  yang  dihadapi  klien”. Sedangkan   kata   online jaringan  (seperti  Internet)  dan  siap  untuk  digunakan  (atau  digunakan  oleh) komputer  atau  perangkat lain. (Business Dictionary,  2011). atau keadaan saat sesuatu terhubung ke dalam suatu jaringan atau sistem (umumya istilah konseling online dapat dimaknai secara sederhana yaitu proses konseling yang dilakuk jaringan sebagai penghubung antara konselor dengan kliennya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh (Amani, 2007) Konseling Online adalah konseling melalui internet yang secara umum merujuk pada profesi yang berkaitan dengan layanan kesehatan mental melalui teknologi komunikasi internet. Lebih lanjut Fields (2011)  menyebutkan bahwa konseling online adalah layanan terapi yang relatif baru. Konseling dikembangkan dengan  menggunakan teknologi komunikasi dari yang paling sederhana meng dengan telp pc-to-pc sampai penggunaan dengan penggunaan webcam menggunakan komputer dan internet. Haberstroh (2011) menjelaskan bahwa konseling online adalah klien dan
konselor berkomunikasi dengan menggunakan streaming video dan audio. Capill (tt). komputer sehingga tercipta komunisi antara klien dengan Konselor.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa konseling terhadap klien/konseli dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi, komputer.

PROSES  KONSELING  ONLINE
Proses konseling online selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukan oleh Koutsonika (2009) : bukanlah merupakan sebuah proses yang simple. yang berbeda dan menantang penggunaan teknologi, latar belakang pendidikan manajemen. Selain apa yang dikemukan di atas, secara spesifik penyedia konseling online secara rinci biasanya memberikan tata cara dalam melakukan proses konseling online. Namun pada pembahasan artikel ini penulis memberikan gambaran umum proses konseling online. online bukanlah sebuah proses yang sederhana. Diperlukan kemampuan pendukung lain selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukan oleh Koutsonika (2009) :bukanlah merupakan sebuah proses yang simple. Sebaliknya sebuah proses yang kompleks yang memiliki karakteristik tersendiri. Kemudian berkenaan dengan, latar belakang pendidikan dan keterampilan, masalah apa yang dikemukan di atas, secara spesifik penyedia konseling online secara rinci biasanya memberikan tata cara dalam melakukan proses konseling online. Namun pada pembahasan artikel ini penulis memberikan gambaran umum proses konseling online. bukanlah sebuah proses yang sederhana. Diperlukan kemampuan pendukung lain selain ketrampilan dasar konseling, sebagaimana yang dikemukan oleh Koutsonika (2009) : Konseling  online kompleks dengan sejumlah isu
berkenaan dengan etika, masalah hukum, bisnis dan masalah apa yang dikemukan di atas, secara spesifik penyedia konseling online secara rinci biasanya memberikan tata cara dalam melakukan proses konseling online. Namun pada pembahasan artikel ini penulis.

Tahap Konseling online

1. Tahap I (Persiapan)
Tahap persiapan mencakup aspek teknis penggunaan perangkat keras Tahap persiapan mencakup aspek teknis penggunaan perangkat keras (hardware) mendukung penyelenggaraan konseling online. Seperti perangkat komputer/laptop yang (software), yang mendukung penyelenggaraan konseling online. Seperti perangkat komputer/laptop yang dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu program-program yang mendukung dan akan digunakan, konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum, kesusuaian isu yang akan dibahas, serta tata kelola. dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu program yang mendukung dan akan digunakan, account dan alamat email. Konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum, kesusuaian isu yang akan dibahas, serta tata kelola.
2.  Tahap  II ( Proses Konseling)
Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling Konseling) Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling tahapan (Prayitno. 2004) yaitu terdiri atas lima tahap yakni tahap, pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian dan bersambung sesuai tahap dan lebih terbuka untuk dimodifikasi akhir, juga penggunaan teknik tahapan (Prayitno. 2004) yaitu terdiri atas lima tahap yakni tahap, pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian namun dalam pelaksanaannya “kontinum fleksibel” dimana saling berhubungan dan bersambung sesuai tahap dan lebih terbuka untuk dimodifikasi, mulai dari tahap awal sampai tahap akhir, juga penggunaan teknik-teknik umum dan khusus tidak secara penuh seperti penyelenggaraan konseling secara langsung dibandingkan dengan cara bentuk pemilihan teknik, pendekatan dan ataupun terapi akan disesuaikan.
3.  Tahap III ( Pasca Konseling)
Tahap tiga yaitu tahap pasca proses konseling online.  Pada tahap ini merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya dimana setelah dilakukan penilaian maka yang pertama (1) konseling akan ditandai dengan kondisi klien yang KES (effective daily living- EDL) (2) Konseling akan dilanjutkan ada sesi  Face to Face- FtF) (3) Konseling akan dilanjutkan pada sesi konseling online berikutnya dan (4) klien akan direferal pada Konselor lain atau ahli lain. Seperti perangkat komputer/laptop yang dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu
email. Selain itu juga kesiapan  Konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum.Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling face-to-face (FtF) tahapan (Prayitno. 2004) yaitu terdiri atas lima tahap yakni tahap, pengantaran, penjajagan, penafsiran, inum fleksibel” dimana saling berhubungan dengan nilai dari tahap awal sampai tahap teknik umum dan khusus tidak secara penuh seperti penyelenggaraan menekankan pada terentasnya masalah klien atau terapi yang digunakan. Pada tahapan ini adalah masalah yang dihadapi oleh klien. 

Kekuatan Penelitian

Penelitian ini menjelaskan tahap – tahap yang dilakukan dalam melakukan terapi secara jelas dan terperinci.

Kekurangan Penelitian

Tidak dijelaskan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga tidak diperoleh hasil yang maksimal. 


Jurnal 2

PENGARUH DAN EFEKTIFITAS COGNITIVE
BEHAVIORAL THERAPY (CBT) BERBASIS KOMPUTER
TERHADAP KLIEN CEMAS DAN DEPRESI
Zakiyah

Hasil dan Pembahasan

Hasil 4 penelitian yang dilakukan pada klien dengan kecemasan fobia sosial dan obsesif kompulsif menunjukan CBT berbasis komputer lebih baik dibandingkan pelaksanaan CBT melalui tatap muka dan dukungan telepon. Hasil 4 penelitian yang dilakukan pada klien depresi, menunjukkan lebih baik dibandingkan dengan kelompok klien yang tidak dilakukan CBT berbasis komputer. Hasil penelitian yang dilakukan pada klien dengan kecemasan dan/atau depresi, menunjukan bahwa kelompok klien yang menerima CBT berbasis komputer lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima perawatan CBT biasa (Tranaeus, 2007).  Beberapa penelitian telah dilakukan oleh perawat jiwa di Indonesia dalam menerapkan CBT pada pasien dengan gangguan jiwa, dan memberikan hasil yang baik. Hasil penelitian Sasmita, (2007), CBT meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien dengan harga diri rendah secara signifikan. Hasil penelitian Fauziah, (2009), bahwa CBT dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan. Hasil penelitian Wahyuni, (2010), bahwa CBT dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien dengan halusinasi. Hasil penelitian Erwina, (2010), mendapatkan hasil bahwa CBT meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku klien pasca gempa. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Eyet, (2011), dengan menggabungkan dua terapi CBT dan REBT (Remotive Emotional Behavior Therapy), dapat menurunkan tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan, harga diri rendah, dan mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, serta psikomotor klien. Hasil penelitian Christensen et al, (2004); Proudfoot et. al., 2004; Wright et. al., 2005; Hoffmann, (2006), menunjukkan bahwa pemberian CBT dan Psychoeducation dengan menggunakan internet, efektif dalam menurunkan gejala depresi dan kecemasan dan efektif dari segi biaya McCrone et. al.,(2004), dalam Stuart,(2009:115). Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Berbasis Komputer Perkembangan teknologi sistem informasi di bidang kesehatan memungkinkan untuk dikembangkannya proses Pengaruh dan Efektifitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Berbasis Komputer terhadap Klien Cemas dan Depresilayanan kesehatan berbasis komputer. CBT berbasis komputer merupakan program terapi yang melibatkan pengobatan berdasarkan manual CBT yang telah disesuaikan dengan format komputerisasi. Pada beberapa kasus, terapi berbasis komputer meliputi beberapa jenis kontak pribadi dengan terapis CBT yang mengikuti perkembangan pasien dan selalu siap untuk menjawab pertanyaan, misalnya melalui e-mail, telepon, atau pertemuan tatap muka yang sedikit terbatas. Beberapa program berbasis komputer hanya melakukan kontak yang minimal dengan terapis CBT, sementara hal lainnya hanya digunakan sebagai pelengkap yang diberikan oleh terapis. Pada CBT berbasis komputer belum ditetapkan ukuran kelompok pasien gangguan kecemasan atau depresi yang mungkin cocok untuk penerapan CBT berbasis komputer. Christensen, Griffiths, dan Korten, (2002), telah mengembangkan situs resmi gratis tentang CBT berbasis internet, yang dikenal dengan MoodGYM. Situs ini dirancang untuk mengobati dan mencegah depresi pada orang muda. Situs ini tersedia untuk semua pengguna internet, dan ditargetkan untuk orang-orang yang mungkin tidak memiliki kontak resmi dengan bantuan layanan profesional. Situs ini terdiri dari satu set dari 5 modul pelatihan kognitif perilaku, buku kerja pribadi (berisi 29 latihan dan penilaian) untuk mencatat dan update tanggapan masing-masing pengguna, sebuah permainan interaktif, dan bentuk evaluasi umpan balik. Modul 1; memperkenalkan situs “Characters” (pola model disfungsi pikiran) dan menunjukkan bagaimana suasana hati dipengaruhi oleh pikiran, dengan menggunakan diagram animasi dan latihan interaktif. Modul 2; menjelaskan jenis pikiran disfungsional, metode untuk mengatasinya, dan memberikan penilaian diri dari warpy pikiran (disfungsional). Modul 3; menyediakan metode untuk mengatasi perilaku pikiran disfungsional, dan termasuk bagian pada ketegasan dan pelatihan diri. Modul 4; menilai E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 79 Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 Zakiyah, 75 – 80 kejadian stress dalam kehidupan, peristiwa yang menyenangkan, dan kegiatan, serta menyediakan 3 kaset relaksasi yang dapat di download. Modul 5; meliputi pemecahan masalah sederhana dan tanggapan yang khas terhadap berakhirnya hubungan. Buku kerja Latihan telah dipadukan secara utuh pada masing-masing modul. Setiap modul dirancang menghabiskan waktu sekitar 30 sampai 45 menit untuk diselesaikan, namun pengguna situs dapat memilih untuk melewati bagian-bagian tertentu. Modul 1 memiliki sekitar 30 halaman, kebanyakan isinya adalah browser dukungan fitur interaktif (membuat halaman tambahan) dan jendela pop-up tambahan. Modul 3 memiliki lebih dari 60 halaman, namun pengguna situs diarahkan ke bagian tertentu tergantung hasil skor pada tes sebelumnya sehingga tidak dapat mengakses semua halaman. Penilaian online termasuk di dalamnya skala cemas dan depresi menurut Goldberg yang terdiri dari 9 item. Skala ini ideal untuk digunakan di internet karena singkat, diterima dengan baik, keandalan dan validitas memuaskan. 

Kelebihan Penelitian

Abstrak jelas, sehimgga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian

Tidak ada tujuan dan metodologi penelitian yang lebih terperinci.


Jurnal 3 

APLIKASI PSIKOTES UNTUK MENGUKUR NILAI NILAI KEHIDUPAN DAN KEYAKINAN KARIR BERBASIS WEB
Hendri Christianto, Endi Putro
Hasil dan Pembahasan

Bimbingan karir atau sering disebut  dengan konseling karir atau bimbingan pekerjaan sejatinya adalah salah satu bentuk  upaya diri untuk memaksimalkan pengembangan diri dari siswa ataupun seseorang yang membutuhkan bimbingan sehingga mampu berkembang sesuai dengan kemampuan dan terarah menuju hal yang diharapkan. Bimbingan karir adalah suatu proses untuk membantu seseorang dalam memahami dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja diluar dirinya, mempertemukan gambaran tentang dunia kerja diluar dirinya, mempertemukan gambaran diri tersebut dengan dunia kerja itu untuk pada akhirnya dapat memilih bidang pekerjaan dan membina karir dalam bidang tersebut.
 Pada penelitian ini, aplikasi psikotes, berbasis website diterapkan kepada client yang mencoba mengikuti tes adaptabilitas karir. Dari analisis yang telah dilakukan pada perancangan dan implementasi aplikasi psikotes berbasis website dengan melakukan uji coba, dapat diambil kesimpulan bahwa aplikasi psikotes berbasis website dapat membantu seorang konselor dalam hal :
·         Tes psikologi yang dilakukan tidak terbatas ruang dan waktu. Dimanapun dan kapanpun, sepanjang client telah terdaftar oleh admin dapat melakukan tes psikologi.
·         Perhitungan matematis dilakukan oleh aplikasi, hasilnya disimpan dalam bentuk file per client.

Kelebihan penelitian :

Penelitian menggunakan konsep yang matang.

Kekurangan Penelitian :

Abstrak kurang mewakilkan penelitian dan tidak adanya metodologi penelitian.

Sumber :  file:///C:/Users/user/Downloads/813-1476-1-SM.pdf

#Pinternet Internet Addiction Disorder (Review Jurnal)



Jurnal 1
Pengembangan konseling kelompok untuk peningkatan
pengelolaan diri pada remaja yang kecanduan game
online
Triharim K. S. Pilpala

Metode Penelitian

Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research), yaitu penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan. Tujuan action research adalah peningkatan mutu atau kualitas pada suatu kelompok yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998).

Hasil dan Pembahasan Penelitian 

Pengujian kepraktisan model Siklus pertama melibatkan tujuh orang remaja yang mengalami kecanduan game online. Anggota kelompok ini berdasarkan anggota suatu clan dalam permainan game online yaitu clan zyzha. semua subjek adalah laki-laki, berusia 18-24 tahun (M=21,25; SD=3,03). Konseling kelompok untuk peningkatan pengelolaan diri dilakukan selama empat sesi secara berturutturut dilakukan selama 25 menit, 110 menit, 90 menit dan 90 menit. Pada awal sesi pertama, permainan yang diberikan sebagai rapport dinilai terlalu monoton dan kurang mengakrabkan antara anggota kelompok. Lima anggota kelompok merasa permainan yang diberikan tidak sesuai dengan usia mereka. Hal ini menjadi catatan penting bagi konselor untuk mempersiapkan cara untuk mengakrabkan dengan permainan yang sesuai dengan usia konseli yang tidak terlepas dari tujuan sesi tersebut. Pada sesi kedua, satu anggota kelompok tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu diperlukan pemantapan kontrak kelompok agar kelancaran proses konseling kelompok dapat berjalan baik terkait dengan proses konseling pada sesi kedua ini, konseli mengatakan merasa jenuh dan bosan ketika diberikan permainan untuk menguji daya ingat. Mereka merasa tujuan dalam permainan tersebut kurang sesuai dengan pengelolaan diri dalam mengatasi kecanduan mereka. Hal ini menjadikan catatan penting bagi konselor agar tidak memberikan permainan lebih dari satu kali. Pada setiap sesi, anggota kelompok belum terlihat aktif dalam diskusi yang dilakukan. Mereka hanya menjawab apa yang ditanya saja, selain itu beberapa anggota kelompok masih menutupi data diri mereka sebenarnya, misalnya frekuensi bermain mereka dan dampak yang terjadi dari kecanduan tersebut. Hal ini menjadi catatan konselor agar melakukan peningkatan rapport pada anggota kelompok agar timbul kepercayaan pada konseling kelompok di siklus kedua. Dalam pemberian tugas rumah berupa pemantauan diri (self-monitoring), konselor masih merasa bingung tentang stimulus control dan self- reward. Penjelasan dua hal tersebut diperbaiki pada siklus selanjutnya agar tugas rumah tersebut dapat berjalan lancar.  Pada sesi ketiga dan keempat, anggota kelompok merasa terlalu lama karena waktu yang digunakan selama 110 menit pada sesi ketiga dan 90 menit pada sesi keempat. Hal ini menjadi catatan bagi konselor untuk mempersingkat waktu dan langsung tertuju pada tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya diperlukan sesi penutup untuk menghentikan terapi yang dilakukan. Pengujian kepraktisan model konseling kelompok pada siklus pertama dijadikan dasar untuk meningkatkan kepraktisan pengembangan model guna diterapkan pada penelitian siklus kedua.
Kecanduan game online pada remaja berdasarkan hasil data yang diperoleh pada tindakan KK-SPD telah menunjukkan peningkatan. Melihat intervensi konseling kelompok yang telah dilakukan melalui pembagian siklus pertama dan siklus kedua, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan intervensi konseling kelompok pada siklus pertama rata-rata 90,1, pada siklus kedua peningkatan pengelolan diri rata-rata 104,2. Secara keseluruhan untuk pengembangan KK-SPD terlihat adanya peningkatan yang positif meskipun pada siklus kedua lebih terlihat terjadi peningkatan pada siklus pertama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbaikan model pada siklus kedua. Dalam penelitian tindakan terdapat suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam penelitian ini dilakukan oleh konselor dan konseli), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatankegiatan penyempurnaan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik (Greenwood & Levin, 1998). Adapun pendapat Kurt Lewin menyimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya (Davison, Martinsons,Kock, 2004)
.
Kelebihaan Penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian
Tidak ada tujuan penelitian.



 Jurnal 2

Internet Addiction Disorder (Studi Deskriptif Mahasiswa Ilmu Sosial Internet
Addicts)
Ardhyana Rokhmah Pratiwi, dkk.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran deskriptif mengenai latar belakang dan alasan para mahasiswa menjadi internet addicts tanpa mampu mengontrol penggunaan internet mereka. Sedangkan dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Signifikansi Akademis. Penelitian ini merupakan penelitian berparadigma post-positivism yang bertujuan untuk mengekplorasi dan mendeskripsikan mengapa para mahasiswa menjadi internet addicts. Karena penelitian-penelitian sebelumnya sebagian besar menggunakan paradigma positivism. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu komunikasi secara umum dan internet addiciton disorder secara khusus. (2) Signifikansi Praktis. Memahami penyebab internet addiciton disorder pada mahasiswa FISIP Universitas Indonesia.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi sebagai metodologi membantu peneliti masuk ke dalam persepsi orang lain untuk memandang kehidupan yang dijalani. Peneliti mencoba memakai sepatu orang lain dan memahami mengapa mereka menjalani kehidupan demikian. Dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah in-depth interview atau wawancara mendalam subjek penelitian yaitu para mahasiswa internet addicts serta observasi. Dalam memilih informan, akan digunakan purposeful sampling, yaitu pengambilan sample berdasarkan kriteria tertentu yang harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan dipilih lima orang informan internet addicts yang telah melengkapi persyaratan penilaian tingkat internet addiction berdasarkan Problematic Internet Use Questionnaire (PIUQ). PIUQ adalah bentuk kuesioner The Three-Factor Model of Internet Addiction yang dikembangkan oleh tiga orang peneliti dari Eotvos Loran University, Hungaria, yaitu Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa pada tahun 2007 untuk mengukur tingkat internet addiction seseorang berdasarkan Model Tiga Faktor, yaitu obsession, neglect, dan control disorder (Demetrovics, Szeredi, dan Rozsa, 2008).

Hasil dan Pembahasan Penelitian

Konsep-Konsep
Setelah melakukan selective coding hasil wawancara dengan informan, di bawah ini merupakan konsep-konsep yang dipetakan selama proses coding:
1. Social structure: terdiri atas social facts data demografis, antara lain usia, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan keluarga, suku, agama, tempat tinggal, pekerjaan orangtua, jumlah saudara, asal SMA, dsb.
2. Social Background (mempengaruhi media orientation):
 Media content (1), yaitu konten harian khusus yang ditawarkan serta bentuk presentasi dari media
 Individual’s circumstances (2), yaitu kondisi-kondisi atau momen tertentu, misalnya jumlah waktu luang, jenis aktivitas lain yang tersedia, dsb
 Social context of choice and use (3), misalnya pengaruh dari keluarga, teman, dan orang-orang dekat lainnya.
3. Routine Activities. Aktivitas sehari-hari informan yang rutin dilakukan termasuk kuliah, pekerjaan rumah, pekerjaan.
4. Parental Communication, yaitu pola hubungan dan komunikasi antara orangtua dengan informan. Komunikasi ini dapat terjadi searah atau dua arah, demokratis, liberal, atau otoritarian. Selain itu, ini mencakup frekuensi dan intensitas komunikasi antara orangtua dengan informan serta kenyamanan berinteraksi dan berkomunikasi informan dengan orangtuanya.
5. Deskripsi Informan. Deskripsi spesifik oleh peneliti terhadap informan berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti.
6. Internet Accesibility. Aksesibilitas internet informan. Ketersediaan fasilitas internet di lingkungan sekitar informan termasuk rumah, warnet (warung internet), perpustakaan, WIFI dan handphone.
7. Neglect Scale. Hal-hal seperti melakukan pekerjaan rumah, bekerja, belajar, makan, hubungan dengan partner, serta aktivitas lain menjadi kurang penting dan diabaikan karena peningkatan waktu yang dihabiskan untuk penggunaan internet.
8. Obsession Scale. Memperhatikan apa yang disebut peneliti, mental engagement with the internet−meliput daydreaming, banyak berfantasi tentang internet, menunggu-nunggu kapan dapat kembali online−and anxiety, worry, and depression caused by lack of internet use
9. Control Disorder Scale. Ditandai dengan fakta bahwa seseorang menggunakan internet lebih sering dan lebih lama daripada waktu yang telah ia rencanakan sebelumya dan ia tidak mampu mengurangi waktu penggunaan internet.
10. Social Utility (Interest). Penggunaan internet oleh informan sebagai sarana menyalurkan dan mengembangkan minat atau hobi informan.
11. Socialization. Kegiatan interaksi informan.
12. Companionship. Kebutuhan informan untuk memiliki tempat atau teman untuk berbagi.
13. Emotional Release. Kebutuhan informan untuk melampiaskan atau menyalurkan emosinya.
14. Surveillance. Kebutuhan informan untuk mendapatkan informasi-informasi.
15. Escape from Routine Problems. Kebutuhan informan untuk melepaskan diri sementara dari masalahmasalah sehari-hari.
16. Construction of Identity. Proses konstruksi identitas informan lewat Internet.
17. Personal indentity (value reinforcement). Identitas atau nilai-nilai tertentu yang dimiliki informan.
18. Gratification Obtained. Kepuasan yang diperoleh oleh informan setelah menggunakan Internet. Apakah informan dapat selalu menemukan apa yang dicarinya di Internet.
19. Self-improvement. Bentuk pembangunan diri menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
20. Entertainment. Kebutuhan akan hiburan.
21. The Media Equation. Media=real life. Dalam penelitian ini→ Internet=real life.

Kelebihan Penelitian

Pembahasan lebih terperinci dan mudah dimengerti.

Kelemahan Penelitian

Tidak memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.



 Jurnal 3


Pengujian Validitas Konstruk Kriteria
Kecanduan Internet
Helly P. Soetjipto

Metode Penelitian

Responden
Partisipan penelitian ini adalah pengguna jasa internet yang sebagian besar berasal dari kota Yogyakar ta, sebanyak 124 responden yang memiliki kisaran usia antara 14 tahun hingga 35 tahun. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa. Hanya ada tiga responden yang sudah bekerja dan usia mereka adalah 30, 32, dan 35 tahun. Seluruh responden setidaknya telah menggunakan internet selama 6 bulan secara terus menerus. Dengan demikian mereka dapat dianggap sebagai existing user (Grohol, 1999) dan telah mengenal dan mampu menggunakan fasilitas yang disediakan oleh internet. Ada sebanyak 63 orang responden laki laki (50,81 persen) dan 61 responden perempuan (49,19 persen).
 
Hasil dan Pembahasan

Analisis faktor konfirmatori dilakukan terhadap 7 aitem. Ketujuh aitem tersebut digunakan untuk menyusun 2 faktor atau variabel laten. Faktor 1 tersusun atas lima buah aitem, yaitu aitem 3, 6, 7, 10, dan 11.  Faktor 2 memiliki 2 aitem, yaitu aitem 9 dan 15. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Chisquare untuk model ini adalah 14,036 dengan derajat kebebasan sebesar 13 dan p sebesar 0,371 (p > 0,05). Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa tidak terdapat diskrepansi antara model dengan data empirik. Tidak adanya diskrepansi diperkuat dengan beberapa indeks, antara lain GFI, AGFI, NFI, dan CFI. Untuk model sebagaimana dipaparkan didalam Gambar 1 diperoleh GFI sebesar 0,968, AGFI sebesar 0,931, NFI sebesar 0,935, dan CFI sebesar 0,995. Di samping itu, 2 indikator kesesuaian antara model dengan data ditunjukkan pula oleh kecilnya angkaRMR (0,042) dan RMSEA (0,025) yang keduanya lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, berdasarkan beberapa indikator kesesuaian model atau model fitness mengarah kepada suatu kesimpulan, yaitu tidak ada diskrepansi antara model dengan data. Dapat pula disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian atau kecocokan antara model dengan data. Dengan demikian untuk menentukan model manakah yang lebih baik justru menjadi lebih rumit jika kita tidak mengkaji kembali angkaangka yang menunjukkan besarnya standardized regression weight dan squared multiple correlation. Jika dua ukuran ini dipertimbangkan, maka penggunaan ukuranukuran kecocokan (fit measures) menjadi kurang relevan karena dari dapatdenganpastidikatakan bahwakedua model memiliki dukungan kuat dari data empiriknya. Berdasarkan kaidah pengujian hipotesis yang lazim digunakan di dalam statistik, angkaangka di dalam  bermuara kepada kesimpulan yang sama yaitu bahwa Model Modifikasi.

Kelebihan penelitian

Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.

Kekurangan Penelitian

Tidak mempunyai tujuan penelitian.