all about dhon don

Minggu, 04 November 2012

Akulturasi

1. Pengertian Akulturasi dan Relasi Interkultural Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Sedangkan Menurut Definisi lain menyatakan bahwa Akulturasimerupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku. Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan. Sedangkan Pengertian Hubungan antar Budaya (relasi interkultural) adalah Peristiwa yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antar budaya local maupun budaya asing contohnya : antar Budaya Jawa-sunda, Sunda Minang, Jawa- Minang, Betawi – Jawa dan lain sebagainnya Hubungan Tersebut di mungkinkan dikarenakan karena adanya suatu kesatuan / perkelompok manusia yang saling berhubungan dan terjadilah Akulturasi kebudayaan dan Asimilasi budaya dikarenakan adalah : 1. Manusia mahluk yang Berbudaya karena memiliki akal, nurani dan Kehendak. 2. Kebudayaan itu berasal dari bahasa sansekerta yang berartikan Budi dan Akal. Kebudayaan adalah hasil dari cipta , rasa , dan karsa manusia. 1. Manusia dan kebudayaan merupakan dwi tunggal karena keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, dimana ada sekelompok manusia/suatu organisasi maka di suatu organisasi/kelompok tersebut akan menghasikan kebudayaan masing-masing. 2. Kebudayaan sangat berguna bagi masyarakat atau manusia untuk melindungi diri terhadap alam mengatur hubungan antara manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia. 3. Kebudayaan yang hidup dan berkembang pada suatu suku bangsa di setiap daerah disebut dengan kebudayaan lokal. 4. Hubungan antar budaya dapat terjadi melalui : difusi dan akulturasi (percampuran antara 2 budaya atau lebih yang dapat menghasilkan budaya yg baru dan tanpa meninggalkan budaya yang lama atau sebelumnya). 5. Unsur-unsur pokok atau inti inti suatu kebudayaan dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di dunia maka itu dapat disebut dengan kebudayaan universal (cultural universal). 2. Bentuk-bentuk akulturasi dan Relasi Interkultural yang terjadi di Indonesia yaitu : 1. Seni Bangunan Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Contoh : 1. Candi Singasari adalah salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 – 1268. Dilihat dari candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana). Unsur Indonesia asli adalah Menhir, sedang unsur India Prasasti dan tiang untuk menambatkan binatang kurban. 2. Lingga dan Yoni (lambang kesuburan). Unsur India adalah Lingga Yoni sedang unsur Indonesia asli adalah Alu dan Lumpang. 2. Seni rupa/Seni lukis Unsur seni rupa dan seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya patung Budha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Budha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Pada Candi Borobudur tampak adanya seni rupa India, dengan ditemukannya relief-relief ceritera Sang Budha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang terdapat di India. Juga relief pada Candi Prambanan yang memuat cerita Ramayana. Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. 3. Seni sastra Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh Punakawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. 4. Sistem Kalender Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu terlihat dengan adanya penggunaan tahun Saka, di Indonesia yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari. Oleh orang Bali, tahun Saka tidak didasarkan pada sistem Surya Pramana tetapi sistem Chandra Pramana (tahun Bulan, tahun Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim panas jatuh pada hari yang sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan ada pada garis lurus. Hari tersebut dirayakan sebagai Hari Raya Nyepi. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau konogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adala angka huruf berupa susunan kalimat atau gambar kata. Contoh tahun Candra Sangkala adalah “Sirna Ilang Kertaning Bumi” sama dengan 1400 (tahunsaka) dan sama dengan 1478 Masehi. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka • 5. Bahasa Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta digantikan oleh bahasa Melayu Kunoseperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari. 3. Teori Komunikasi Antar Budaya Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode. Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu: 1. Jarak kekuasaan (power distance) 2. Maskulinitas 3. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance) 4. Individualisme. Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teoriAnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes. 1. Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian). Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory: a. Konsep diri dan diri. Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan. b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing. Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan. c. Reaksi terhadap orang asing. Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka. Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing. Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat. d. Kategori sosial dari orang asing. Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka. e. Proses situasional. Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka. f. Koneksi dengan orang asing. Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain. 2. Face-Negotiation Theory. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face workadalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam. Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut: a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok. b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok. c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat. d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku. e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama. 3. Speech Codes Theory. Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaanspeech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut: a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas. b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya. c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka. d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri. e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku komunikasi. DAFTAR PUSTAKA http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html / diakses tanggal 26 Desember 2007 http://dickaerlangga.blogspot.com/2012/03/akulturasi-budaya.html / diakses tanggal 18 Maret 2012 http://ejournal.gunadarma.ac.id http://elearning.gunadarma.ac.id http://library.gunadarma.ac.id http://ubud28.blogspot.com/2011/10/hubungan-antar-budaya.html/ diakses tanggal19oktober 2011 http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html / diakses tanggal 26 Desember 2007 http://dickaerlangga.blogspot.com/2012/03/akulturasi-budaya.html / diakses tanggal 18 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 04 November 2012

Akulturasi

1. Pengertian Akulturasi dan Relasi Interkultural Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Sedangkan Menurut Definisi lain menyatakan bahwa Akulturasimerupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku. Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan. Sedangkan Pengertian Hubungan antar Budaya (relasi interkultural) adalah Peristiwa yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antar budaya local maupun budaya asing contohnya : antar Budaya Jawa-sunda, Sunda Minang, Jawa- Minang, Betawi – Jawa dan lain sebagainnya Hubungan Tersebut di mungkinkan dikarenakan karena adanya suatu kesatuan / perkelompok manusia yang saling berhubungan dan terjadilah Akulturasi kebudayaan dan Asimilasi budaya dikarenakan adalah : 1. Manusia mahluk yang Berbudaya karena memiliki akal, nurani dan Kehendak. 2. Kebudayaan itu berasal dari bahasa sansekerta yang berartikan Budi dan Akal. Kebudayaan adalah hasil dari cipta , rasa , dan karsa manusia. 1. Manusia dan kebudayaan merupakan dwi tunggal karena keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, dimana ada sekelompok manusia/suatu organisasi maka di suatu organisasi/kelompok tersebut akan menghasikan kebudayaan masing-masing. 2. Kebudayaan sangat berguna bagi masyarakat atau manusia untuk melindungi diri terhadap alam mengatur hubungan antara manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia. 3. Kebudayaan yang hidup dan berkembang pada suatu suku bangsa di setiap daerah disebut dengan kebudayaan lokal. 4. Hubungan antar budaya dapat terjadi melalui : difusi dan akulturasi (percampuran antara 2 budaya atau lebih yang dapat menghasilkan budaya yg baru dan tanpa meninggalkan budaya yang lama atau sebelumnya). 5. Unsur-unsur pokok atau inti inti suatu kebudayaan dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di dunia maka itu dapat disebut dengan kebudayaan universal (cultural universal). 2. Bentuk-bentuk akulturasi dan Relasi Interkultural yang terjadi di Indonesia yaitu : 1. Seni Bangunan Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Contoh : 1. Candi Singasari adalah salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 – 1268. Dilihat dari candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana). Unsur Indonesia asli adalah Menhir, sedang unsur India Prasasti dan tiang untuk menambatkan binatang kurban. 2. Lingga dan Yoni (lambang kesuburan). Unsur India adalah Lingga Yoni sedang unsur Indonesia asli adalah Alu dan Lumpang. 2. Seni rupa/Seni lukis Unsur seni rupa dan seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya patung Budha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Budha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Pada Candi Borobudur tampak adanya seni rupa India, dengan ditemukannya relief-relief ceritera Sang Budha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang terdapat di India. Juga relief pada Candi Prambanan yang memuat cerita Ramayana. Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. 3. Seni sastra Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh Punakawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. 4. Sistem Kalender Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu terlihat dengan adanya penggunaan tahun Saka, di Indonesia yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari. Oleh orang Bali, tahun Saka tidak didasarkan pada sistem Surya Pramana tetapi sistem Chandra Pramana (tahun Bulan, tahun Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim panas jatuh pada hari yang sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan ada pada garis lurus. Hari tersebut dirayakan sebagai Hari Raya Nyepi. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau konogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adala angka huruf berupa susunan kalimat atau gambar kata. Contoh tahun Candra Sangkala adalah “Sirna Ilang Kertaning Bumi” sama dengan 1400 (tahunsaka) dan sama dengan 1478 Masehi. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka • 5. Bahasa Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta digantikan oleh bahasa Melayu Kunoseperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari. 3. Teori Komunikasi Antar Budaya Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode. Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu: 1. Jarak kekuasaan (power distance) 2. Maskulinitas 3. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance) 4. Individualisme. Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teoriAnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes. 1. Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian). Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory: a. Konsep diri dan diri. Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan. b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing. Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan. c. Reaksi terhadap orang asing. Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka. Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing. Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat. d. Kategori sosial dari orang asing. Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka. e. Proses situasional. Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka. f. Koneksi dengan orang asing. Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain. 2. Face-Negotiation Theory. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face workadalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam. Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut: a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok. b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok. c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat. d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku. e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama. 3. Speech Codes Theory. Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaanspeech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut: a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas. b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya. c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka. d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri. e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku komunikasi. DAFTAR PUSTAKA http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html / diakses tanggal 26 Desember 2007 http://dickaerlangga.blogspot.com/2012/03/akulturasi-budaya.html / diakses tanggal 18 Maret 2012 http://ejournal.gunadarma.ac.id http://elearning.gunadarma.ac.id http://library.gunadarma.ac.id http://ubud28.blogspot.com/2011/10/hubungan-antar-budaya.html/ diakses tanggal19oktober 2011 http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html / diakses tanggal 26 Desember 2007 http://dickaerlangga.blogspot.com/2012/03/akulturasi-budaya.html / diakses tanggal 18 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar